Kelahiran Beliau
Ummu
Kultsum binti Ali bin Abu Thalib t,
bani Hasyimiyah saudara kandung Al Hasan dan Al Husain anak-anak dari Fatimah
binti Rasulullah ﷺ.
Dia
dilahirkan pada tahun 7 Hijriyah. Dia pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, akan tetapi tidak didapati bahwa beliau pernah meriwayatkan sesuatu
dari Rasulullah ﷺ.
Menikahnya dengan Umar
bin Khaththab t
Umar
bin Khaththab t meminangnya ketika
Ummu Kultsum masih kecil. Ali t
bertanya kepada Umart, “Apa yang kamu
inginkan dari dirinya ?” dia menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Semua sebab dan nasab akan
terputus pada Hari Kiamat, kecuali sebabku dan nasabku sendiri’.”
Abdullah
bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Umar bin
Khaththab menikahi Ummu Kultsum dan memberikan mahar kepadanya 40 ribu dinar.
Abu
Umar bin Abdul Barr berkata : Umar bin Khaththab berkata kepada Ali t,
“Nikahkanlah aku dengan Ummu Kultsum, karena aku melihat kemuliaan-kemuliaan
pada dirinya yang tak terdapat pada orang lain.” Ali berkata, “Aku telah
menyerahkannya kepadamu jika kamu meridhainya dan aku telah menikahkanmu
dengannya –walaupun Ummu Kultsum masih kecil- .” Ali t
menyuruh putrinya untuk pergi menemui Umar bin Khaththab t
dengan membawa selimut. Ali t
lalu berkata kepada putrinya, “Katakan kepadanya, ‘Inilah selimut yang aku
katakan kepadamu’.” Ummu Kultsum kemudian mengatakan pesan ini kepada Umar t.Umar
t
lalu berkata, “sampaikan kepada ayahmu bahwa aku telah meridhainya dan semoga
Allah meridhaimu.” Setelah itu Umar t
meletakkan tangannya diatas pundak Ummu Kultsum dan menyingkapnya. Ummu Kultsum
berkata, “mengapa kamu melakukan ini? Andai saja kamu bukan Amirul Mukminin
maka aku akan menghancurkan hidungmu.”
Ummu
Kultsum lalu pulang dan memberitahukan kejadian tersebut kepada ayahnya, “Ayah
telah menyuruhku pergi ke orang tua yang jahat.” Ali berkata, “Wahai anakku,
ketahuilah bahwa dia adalah suamimu.”
Bidan Muslimah
Yang mengesankan pada Ummu Kultsum, istri dari Amirul
Mukminin, bahwa suatu ketika Umar t keluar
pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya, beliau melewati
suatu desa di Madinah. Tiba-tiba, beliau mendengar suara rintihan seorang
wanita yang bersumber dari dalam sebuah gubuk. Di depan pintu, ada seorang
laki-laki yang sedang duduk.
Umar t mengucapkan salam kepadanya dan bertanya tentang apa yang
terjadi. Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin
mendapatkan kemurahan Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di dalam
gubuk yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui bahwa
yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab, “Pergilah anda!
Semoga Allah merahmati Anda sehingga mendapatkan hal yang Anda cari, dan
janganlah Anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya bagi Anda.”
Umar tkembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat
membantu kesulitannya, jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah
istriku yang hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya.”
Umar pergi meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera.
Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kultsum, dan
berkata, “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan
kepadamu?” Beliau menjawab dalam keadaan penuh antusias dan berbahagia dengan
kabar gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan
karenanya, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut, wahai Umar?” Maka Umar t memberitahukan
kejadian yang beliau temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil
peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Amirul
Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Beliau berangkat
bersama istrinya hingga sampai ke gubuk tersebut.
Ummu Kultsum masuk ke dalam gubuk dan membantu ibu yang
hendak melahirkan, dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara
itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil
memasak makanan yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tadi melahirkan
anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan
kabar gembira kepada temanmu, wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah
mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki.” Hal itu membuat orang Badui
tersebut terperanjat karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak
dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat
karena yang menjadi bidan baginya di gubuk tersebut ternyata adalah istri dari
Amirul Mukminin. Takjub pula orang-orang yang hadir menyaksikan realita yang
berada dalam naungan Islam tersebut, yang mana seorang kepala negara dan
istrinya membantu seorang laki-laki dan istrinya dari Badui.
Ummu Kultsum, Setelah
Meninggalnya Umar t
Setelah
Umar meninggal, Aun bin Ja’far bin Abu Thalib menikahinya. Tetapi dia juga
meninggal. Kemudian Ali bin Abu Thalib menikahkannya lagi dengan Muhammad bin
Ja’far, lalu meninggal pula, lantas ayahnya menikahkannya lagi dengan Abdullah
bin Ja’far dan Ummu Kultsum wafat disisinya.
Wafatnya
Ada
yang mengatakan bahwa pada suatu malam terjadi keributan. Lalu Zaid anak Ummu
Kultsum berusaha melindunginya hingga ibunya terkena batu dan meninggal.
Peristiwa itu terjadi pada awal-awal pemerintahan Mu’awiyah t.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar