Oleh: Najwa Tsurayya
- Matan Hadits
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي
أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا
أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا
وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ
فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ تَعَالَى(رواه البخاري)[1]
Artinya: Dari Ali bin Abdullah dari
Sufyan dari Az- Zuhry dari Atho’ bin
Yazid Al-laitsiy dari Abu Ayub Al-Anshory
bahwasanya nabi r bersabda: “Jika kalian mendatangi tempat buang air, maka
janganlah buang hajat dan kencing dengan menghadap kiblat akan tetapi
menghadaplah kearah timur atau kebarat.”
Abu Ayub berkata: “Kami pernah datang ke
Syam, maka kami melihat toiletnya dibangun menghadap kiblat sehinga kami
memalingkannya dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala.(HR. Bukhori)
- Derajat Hadits
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
shohih.[2]
- Syarh Hadits
الغائط
:Tempat yang tenang dari sebagian tanah dan menjadikan maksud untuk Qodo’ hajat
مراحيض : jamak dari mirhat,
yaitu tempat mandi
شرقوا أو
غربوا : barat dan timur
Rosulullah r memberikan petunjuk tentang adab membuang
hajat dengan tidak menghadap kiblat, yaitu ka’bah. Dan tidak membelakanginya
dalam keadaan buang hajat dikarnakan kiblat tempat yang dimuliakan dan
disucikan. Dan bagi mereka yang berpaling dan timur dan barat, apabila timur
atau barat tidak ,menghadap padanya seperti kiblatnya ahlu madinah.[3]
Dan ketika para sahabat mereka segera
menerima kebenaran perintah dari Rosulullah r. Abu ayub menyebutkan sesunguhnya mereka pernah mendatangi syam
dan didapati padanya tempat mandi untuk membuang hajat, dan dibangun menghadap
ka’bah. Maka mereka langsung memalingkan diri dari kiblat, akan tetapi kejadian
mereka ini dikarnakan lupa dalam menghadap kiblat yang dikiranya, merekapun
langsung berpaling dan mereka memohon ampun kepada Alloh atas kelalaian mereka.[4]
Namun jika kita melihat hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang artinya:
“Aku pernah naik ke rumah Hafshah radhiallahu’anha,
aku melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sedang buang hajat menghadap
Syam dan membelakangi ka’bah”(HR. Muttafaq ‘Alaih)[5]
maka kita akan mendapati seolah-olah kedua hadits diatas saling bertentangan.
Ada beberapa pendapat ulama’ dalam
menanggapi hal ini:
a) Ulama’ yang mengharamkan secara muthlaq. Ini adalah pendapat Ibnu
Hazm Adh Dhohiri, dan pendapat inilah yang dipilih oleh syaikhul islam Ibnu
Taimiyah,beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayub.
b) Ulama’yang membolehkan secara muthlaq. Ini adalah pendapat Urwah
bin Zubair, Robi’ah dan Dawud Adh Dhohiri, mereka berhujjah dengan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas diatas
c) Ulama’ yang berpendapat boleh tidak boleh ketika di tempat
terbuka, dan diperbolehkan di dalam bangunan. Ulama’ yang berpendapat ini
diantaranya, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Asy-Sya’bi, dan lain-lain.
Dan pendapat inilah yang lebih rojih.[6]
Madzhab ini menggabungkan nash-nash yang ada.
d) Pendapat terakhir adalah makruh. Ini adalah pendapat Ash Shon’ani.[7]
- Kesimpulan Hadits
Setelah pembahasan diatas maka bisa
diambil kesimpulan sebagai berikut:
a) Larangan menghadap kiblat dan membelakanginya dalam keadaan buang
hajat.
b) Memuliakan ka’bah sebagai kiblat kaum muslimin.
c) Larangan ini berlaku jika berada di tempat terbuka, sedang kan
jika dilakukan di sebuah bangunan.
Wallahu
a’lam bish showab
Referensi:
Ø
Umdatul
Ahkam, Syaikh Abdul Ghoni Al Maqdisi.
Ø
Az
Zuhaili, Doktor Wahbah (2005). Alwajiiz fii fiqhil islaamiy 1.
Damaskus, Darul Fikr.
Ø
Al-Albani,
Syaikh Nashiruddin. Shohih wa dho’if Abbi Dawud. Al Iskandariah, Markaz
Nurul Islam.
Ø
Ali
Bassam, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman (2006) Taisiirul ‘allam syarh
‘umdatul ahkam. Libanon, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar