Oleh: Najwa Tsurayya
Rosulullah r bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhori, “Sesungguhnya sebagian yang dapat dipetik manusia dari kalam kenabian terdahulu yaitu ,jika kau tidak malu maka berbuatlah sesukamu”
Bila kita memperhatikan kehidupan kebanyakan orang hari ini, banyak dari mereka sedikit demi
sedikit melepas rasa
malu sebagaimana mereka melepas baju mereka, dan kalau kita lihat kebelakang pada zaman dahulu kisah yang
sangat popular sampai sekarang yaitu kisah cinta Siti nurbaya yang
ketahuan menjalin cinta dengan seorang pemuda,
terlepas dari benar tidaknya kisah ini, tapi kisah ini menunjukkan
orang-orang terdahulu menganggap pacaran adalah suatu aib yangbesar,
maka mereka sangat malu jika ketahuan melakukan suatu kesalahan.
Akan tetapi sekarang rasa
malu itu sangat sulit kita dapatkan di
sekitar kita, baik malu kepada Alloh ataupun kepada manusia, kerusakan
moral adalah buktis udah hilangnya rasa
malu dari kebanyakan
orang.Hukum dilanggar yang umum jadi pedoman, muda mudi bergaul bebas tanpa batas, married
by accident adalah suatu hal yang sah. Perempuan-perempuan
yang dulu identik dengan rasa
malu, sekarang tanpa ada rasa malu mereka mengumbar aurat mereka karena takut dibilang kuper, gak gaul,dan
lain-lain.
Bahkan lebih dahsyat lagi, perzinahan dipertontonkan secara cuma-cuma baik di tv,
handphone, ataupun internet. Peminatnyapun dari bebagai kalangan, tua,
muda, bahkan anak-anak, lebih parah lagi yang
mengaku ustadz berpakaian koko berjalan santai bersama perempuan di
mall dengan alasan ta’aruf,
seakan-akan pacaran dan ta’aruf hanya dibedakan dengan siapa pelakunya. Lantas bagaimanakah generasi yang
akan terlahir dari manusia-manusia
yang tidak bermoral ini??
Semua hal diatas terjadi bermula dari ketika mereka sedikit demi
sedikit melepas mahkota mereka, yang
mana mahkota itu ketika dipakai akan selalu menghiasi mereka,
mahkota itu adalah rasa
malu.
Kalau kita kembali melihat pada hadits diatas seakan-akan kita dibolehkan melakukan segala sesuatu asal kita tidak malu, tapi ini adalah anggapan yang
salah, dan perlu adanya pelurusan pemahaman.
Sesungguhnya malu adalah sifat yang
terpuji, baik, dan dianjurkan, dan sudah
disyariatkan kepada para nabi terdahulu. Dan hadits diatas bukanlah bermakna
anjuran, akan tetapi ancaman yang menggunakan lafadh perintah, jadi hadits diatas adalah sebuah ancaman atau peringatan
kepada orang-orang yang menanggalkan rasa malu mereka.
Ketika Malu Mulai Memudar
Malu adalah sifat dalam diri seseorang yang menggerakkan diri untuk
meninggalkan perbuatan yang buruk dan
mencegahnya untuk melakukan
keburukan itu. Malu adalah bagian dari iman, ketika sifat malu itu
tanggal dari diri seseorang berarti ada bagian dari imanmnya yang hilang, jadi
menjaga rasa malu sama juga menjaga kesempurnaan iman.
Lalu kenapa rasa
malu kian memudar?? Itu karena rasa takut kepada adzab Alloh kian menipis, yang
jadi ukuran baik dan buruk adalah manusia bukan Alloh. Padahal Rosulullah telah
memerintahkan kepada kita untuk selalu benar-benar menjaga rasa malu kepada
Alloh.
Agar Rasa Malu Tetap Terpupuk
Pada
hakikatnya malu itu ada dua jenis;
Yang pertama
adalah sifat malu asasi yaitu sifat dasar yang terbentuk sejak lahir, dan ini
termasuk suatu nikmat yang besar yang dianugrahkan oleh Allah U kepada hamba
yang dikehendakiNya,sifat malu ini tidak membawa pemiliknya kecuali pada
kebaikan. Rosulullah r bersabda: “Sifat malu tidak
mendatangkan kecuali pada kebaikan”
Maka dengan
demikian demikian orang yang memiliki sifat malu pasti dapat menahan dirinya
dari perbuatan kemaksiatan dan kejelekan sehingga ia terhindar dari kehinaan.
Yang kedua
adalah sifat malu bentukan yang memang dibentuk dan dipupuk sejak kecil,
karenanya orang ini ini senantasa menjadikan Allah sebagai Roqib ( pengawas)
yang senantiasa mengawasinya dimanapun dan kapanpun.
Lalu bagaimana
agar rasa malu itu tetap terpupuk??
Rasulullah
bersabda, “Malulah kalian pada Allah dengan rasa malu yang sesungguhnya.
Jagalah kepala dan yang ada padanya. Jagalah perut dan apa yang dikandungnya.
Ingatlah kematian dan ujian. Maka barang siapa yang melakukan itu, balasannya
adalah Syurga Ma’wa.” (Hadis Rriwayat At-Thabrani)
Hadis itu
memerintahkan kita untuk menjaga rasa malu dengan menjaga kepala dan anggota.
Malunya mata tergambar ketika dapat menahan melihat sesuatu yang diharamkan
agama. Malunya telinga ketika dapat menahan dari bisikan syaitan. Malunya mulut
ketika dapat menahan daripada ghibah dan fitnah.
Bagaimana
menjaga rasa malu pada diri? Kita perlu menanamkan sikap muraqabah dalam diri.
Muraqabah bererti menanamkan dapat mengawal diri seolah-seolah kita melihat
Allah ketika melakukan kebaikan dan jika tidak mampu begitu pun, kita
seolah-olah merasa Allah mengawasi atas segala perbuatan yang kita lakukan.
Dengan sikap
muraqabah itu, kita akan berhati-hati kerana sering merasa diri dalam
pengawasan Allah. Selanjutnya, menjaga rasa malu dengan menanamkan kesedaran
bahawa sekecil mana pun amal yang dilakukan, baik atau buruk pasti mendapat
balasan dari Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar