Kamis, 28 November 2013

مَعَ كُلِّ مَذْبَحَةٍ تَجِدُّ



مَعَ كُلِّ مَذْبَحَةٍ تَجِدُّ ، وَلاَ جَوَابَ سِوَى الْعَوِيْل
مَعَ كُلِّ جُرْحٍ ، فِي جَوَانِحِ أُمَّتِي أَبَدًا يَسِيل
مَعَ كُلِّ تَشْرِيْدٍ لِشَعْبٍ ، صَارَ جَلْدًا لِلطُّبُوْل
يَأْتِي يُسَائِلُنِي صَدِيقٌ مِنْ بِلاَدِي ، مَا السَّبِيل؟

****

كَيْفَ السَّبِيلُ إِلَى كَرَامَتِنَا ، إِلَى الْمَجْدِ اْلأَثِيْل؟
كَيْفَ السَّبِيلُ إِلَى الْخَلِيلِ ، إِلَى الْمُثَلَّثِ ، وَ الْجَلِيْل؟
كَيْفَ السَّبِيلُ لِحَرْثِ غَرْقَدِهِمْ ، وَإِنْبَاتِ النَّخِيْل؟
كَيْفَ السَّبِيلُ لِطَعْنَةِ الْخِنْزِيْرِ، وَالْقِرْدِ الدَّخِيْل؟

****

لاَ تَنْصَحَنْنِي بِالسُّكُوتِ الزَّائِفِ الْهَشِّ الْعَمِيْل
تَبْقَى شِعَارَاتُ الصُّمُودِ سَلِيْمَةً ، وَأَنَا الْقَتِيْل
تَبْقَى شِعَارَاتُ الصُّمُودِ تَخُوْنُنَا، أَيْنَ الْعُقُوْل؟
لاَ تَنْصَحَنْنِي بِالرُّكُوْنِ لِكُلِّ مَهْزُوْمٍ أَسِيْر

****

شَرِبُوْا دِمَائِي مِنْ عُرُوْقِي نَخْبَ سَلْمِهِمُ الذَّلِيْل
رَسَمُوا طَرِيْقَ الْقُدْسِ مِنْ صَنْعَاءَ حَتَّى الدَّرْدَنِيْل
مَرْمَى الْحَصَى عَنْكُمْ أَرِيْحَا ، لاَ تَدُوْرُ أَلْفَ مِيْل
فَلَمَسْتُ قَلْبَ مُحَدِّثِي، وَهَتَفْتُ مِنْ قَلْبٍ عَلِيْل
قَلْبٌ مَلِيْئٌ بِاْلأَسَى ، وَحَدِيْثُ مَأْسَاتِي يَطُوْل

****

أَسْمَعْتُهُ آيَاتِ قُرْآنٍ بِتَرْتِيْلٍ جَمِيْل
حَدَّثْتُهُ عَنْ قِصَّةِ التَّحْرِيْرِ، جِيْلٌ بَعْدَ جِيْل
وَوَقَفْتُ فِي "حِطِّيْنَ" أَقْطُفُ زَهْرَةَ اْلأَمَلِ النَّبِيْل
وَرَأَيْتُ فِي "جَالُوْتَ" مَاءَ "النِّيْلِ" يَبْتَلِعُ الْمَغُوْل
بِكَتَائِبِ اْلإِيْمَان ، بِكَتَائِبِ اْلإِيْمَان ، بِكَتَائِبِ اْلإِيْمَان

****

بِكَتَائِبِ اْلإِيْمَانِ جَنْبَ الْمُصْحَفِ الْهَادِي الدَّلِيْل
تَمْضِيْ كَتَائِبُنَا مَعَ الْفَجْرِ الْمُجَلْجَلِ بِالْصَهِيْل
نَمْضِيْ وَلاَ نَرْضَى صَلاَةَ الْعَصْرِ إِلاَّ بِالْخَلِيْل
هَذَا السَّبِيْل ، وَلاَ سَبِيْلَ سِوَاهُ إِنْ تَبْغِ الْوُصُوْل
هَذَا السَّبِيْل ، وَإِنْ بَدَا مِنْ صَاحِبِ النَّظَرِ الْكَلِيْل
دَرْبًا طَوِيْلاً شَائِكًا ، أَوْ شِبْهَ دَرْبٍ مُسْتَحِيْل
لاَ دَرْبَ يُوْصِلُ غَيْرَهُ ، مَعَ أَنَّهُ دَرْبٌ طَوِيْل

اِصْبِرْ فَإِنَّكَ يَا أَسِير

اِصْبِرْ فَإِنَّكَ يَا أَسِير .. شَمْسٌ تَدُورُ لَهَا الزُّهُور
مُتَقَدِّمٌ رَغْمَ الْقُيُودِ .. وَرَائِدٌ رَغْمَ الْصُخُور

أَنْتَ اْلأَبِيُّ وَأَنْتَ فِي .. زَمَنِ الْعَمَالَةِ كَالسَّعِير
أَنْتَ الْهُمَامُ تَقُودُ فِي .. سِجْنِ الْخِيَانَاتِ الصُّقُور

أَدْرِي بِأَنَّكَ مُتْعَبٌ .. لَكِنَّكَ اللَّيْثُ الْهَصُور
أَدْرِي بِأَنَّكَ مُنْهَكٌ .. لَكِنَّكَ اْلأَمَلُ الْكَبِير

أَدْرِي بِأَنَّك وَاهِنٌ .. لَكِنَّكَ الْبَدْرُ الْمُنِير
أَدْرِي بِأَنَّكَ وَاثِقٌ .. أَنَّ النِّهَايَةَ لِلصَّبُور

دَارَتْ نُفُوسٌ بِالصِّغَارِ .. وَأَنْتَ بِالْكُبْرَى تَدُور
فَاهْنَأْ بِسِجْنِكَ وَامْتَشِقْ .. سَيْفَ النِّكَايَةِ لِلْكَفُور

مُتَوَشِّحاً بِالْعَزْمِ قَدْ .. نَامَ اْلأَرَاذِلُ فِي الْخُدُور
وَقَفَ الزَّمَانُ أَمَامَ سِجْنِكَ .. يَحْتَفِي بِدَمِ النَّحُور

أَنْتَ الْهُمَام ... أَنْتَ الْهُمَام
...

English Translation
Be patient, O prisoner * Because you are a sun that the flowers turn for;
Going forth despite your shackles * A leader despite the rocks in your way;

You are defiant, and you are like * A shining blaze in an era of servitude;
You are the bold one leading falcons * In the prison of betrayal;

I know that you’re tired * But, you are the brave lion;
I know that you’re exhausted * But, you are the great hope;

I know that you’re weak * But, you are the shining moon;
I know that you’re confident * That victory is for the patient;

We are surrounded by the petty * And you are with the great;
So, rejoice in your prison * And hold the devastating sword to the denier;

You display determination * While the petty ones sleep in a haze;
Time has stopped in front of your prison * Amazed at the blood that has been sacrificed…

You are the boldest!

Terjemah Indonesia
Bersabarlah wahai tawanan, karena engkau ... adalah matahari yang diperlukan oleh bunga
Tetap maju meskipun terbelenggu ... dan jadi pelopor meski terhalang batu

Engkaulah pemberontak dan kau ... seperti api menyala di era perbudakan
Engkaulah pemberani yang memimpin elang ... dalam penjara para pengkhianat

Aku tahu kau lelah ... tapi kau adalah singa pemberani
Aku tahu kau letih ... tapi kau adalah harapan yang besar

Aku tahu kau sedang lemah ... tapi kau adalah bulan yang bercahaya
Aku tahu kau sangat yakin ... bahwa kemenangan adalah bagi orang yang sabar

Kami dikelilingi oleh hal yang kecil ... dan engkau menghadapi yang besar
Maka bergembiralah dengan penjaramu dan ... peganglah pedang penghancur untuk orang kafir

Engkau memperlihatkan tekad kuat sementara ... orang-orang yang hina tidur dalam angan-angan
Waktu berhenti di depan penjaramu ... merasa takjub dengan darah yang telah terkorban

Engkaulah pemberani…

القدس تنادينا

القدس تنادينا القدس تنادينا القدس تنادينا
القدس تنادي القدس تنادي القدس تنادي القدس تنادي
القدس تنادينا
يا بيت القدس لنا أملٌ
ستعود القدس لأمتنا
ونطهر ساحتك العذراء
وننشر فوقك رايتنا
القدس تنادينا القدس تنادينا
أبناء فلسطين صبرا
فالله ينفس كربتنا
ستعود لنا قدسٌ داراً
وتعود لنا قدسٌ وطناً
ما جاء الليل بحلكته
إلا والفجر أتا بسناه
يا قدس يا قدس يا قدس
تغريد

طَالَ لَيْلُ الرَّدَى



طَالَ لَيْلُ الرَّدَى .. وَتَمَادَى الْعِدَى
وَغَدَا الظُّلْمُ فِي .. عَصْرِنَا سَيِّدَا
فَمَتَى سَنَرَى .. الْفَجْرَ يَبْدُو مَتَى

قَدْ أُسِيلَتْ دِمَاء .. وَاسْتُبِيحَ الْحِمَى
وَتَعَالَى الصُّرَاخُ .. يَشُقُّ السَّمَاء
فَمَتَى يَسْتَفِيقُ .. السُّكَارَى مَتَى

قَدْ سَئِمْنَا الْكَلاَم .. عَنْ دُعَاةِ السَّلاَم
وَمَلَلْنَاهُ ذُلاًّ .. كَذُلِّ النَّعَام
فَمَتَى يَصْدُقُونَ .. الْوُعُودَ مَتَى

شَرَّدُوا شَعْبَنَا .. صَادَرُوا أَرْضَنَا
لَقِيَتْ حَتْفَهَا .. كُلُّ آمَالِنَا
فَمَتَى سَتَعُودُ .. الطُّيُورُ مَتَى

كَمْ حَصَانٍ بَكَتْ .. ذُلـَّهَا وَاشْتَكَتْ
وَاسْتَغَاثَتْ وَلَكِـ .. ـنَّهَا أُسْكِتَتْ
فَمَتَى تُسْرَجِي .. يَا خُيُولُ مَتَى

كَمْ صَغِيرٍ قَضَى .. نَـحْبَهُ فِي الصِّبَا
أَيُّ ذَنْبٍ جَنَاهُ .. لِيَلْقَى الْـجَزَاء
فَمَتَى سَتُدَاوَى .. الْـجُرُوحُ مَتَى

أَيْنَ ذَاكَ الْـجَسَد .. أَتُرَاهُ جَـمَد
نَشْتَكِي كُلَّ دَاءٍ .. وَمَا مِنْ أَحَد
فَمَتَى يَتَدَاعَى .. الْـجَمَادُ مَتَى

الرَّحَى دَائِرَة .. وَالْـخُطَى عَاثِرَة
وَعَلَى كُلِّ وَجْهٍ .. رُؤَى حَائِرَة
فَمَتَى يَسْأَمُ .. الذُّلُّ مِنَّا مَتَى

Jangan Lepas“Mahkotamu”



Oleh: Najwa Tsurayya

Rosulullah r bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, “Sesungguhnya sebagian yang dapat dipetik manusia dari kalam kenabian terdahulu yaitu ,jika kau tidak malu maka berbuatlah sesukamu”
Bila kita memperhatikan kehidupan kebanyakan orang hari ini, banyak dari mereka sedikit demi sedikit melepas rasa malu sebagaimana mereka melepas baju mereka, dan kalau kita lihat kebelakang pada zaman dahulu kisah yang sangat popular sampai sekarang yaitu kisah cinta Siti nurbaya yang ketahuan menjalin cinta dengan seorang pemuda, terlepas dari benar tidaknya kisah ini, tapi kisah ini menunjukkan orang-orang terdahulu menganggap pacaran adalah suatu aib yangbesar, maka mereka sangat malu jika ketahuan melakukan suatu kesalahan.
Akan tetapi sekarang rasa malu itu sangat sulit kita dapatkan di sekitar kita, baik malu kepada Alloh ataupun kepada manusia, kerusakan moral adalah buktis udah hilangnya rasa malu dari kebanyakan orang.Hukum dilanggar yang umum jadi pedoman, muda mudi bergaul bebas tanpa batas, married by accident adalah suatu hal yang sah. Perempuan-perempuan yang dulu  identik dengan rasa malu, sekarang tanpa ada rasa malu mereka mengumbar aurat mereka karena takut dibilang kuper, gak gaul,dan lain-lain.
Bahkan lebih dahsyat lagi, perzinahan dipertontonkan secara cuma-cuma baik di tv, handphone, ataupun internet. Peminatnyapun dari bebagai kalangan, tua, muda, bahkan anak-anak, lebih parah lagi yang mengaku ustadz berpakaian koko berjalan santai bersama perempuan di mall dengan alasan ta’aruf, seakan-akan pacaran dan ta’aruf hanya dibedakan dengan siapa pelakunya. Lantas bagaimanakah generasi yang akan terlahir dari manusia-manusia yang tidak bermoral ini??
Semua hal diatas terjadi bermula dari ketika mereka sedikit demi sedikit melepas mahkota mereka, yang mana mahkota itu ketika dipakai akan selalu menghiasi mereka, mahkota itu adalah rasa malu.
Kalau kita kembali melihat pada hadits diatas seakan-akan kita dibolehkan melakukan segala sesuatu asal kita tidak malu, tapi ini adalah anggapan yang salah, dan perlu adanya pelurusan pemahaman.
Sesungguhnya  malu adalah sifat yang terpuji, baik, dan dianjurkan, dan sudah disyariatkan kepada para nabi terdahulu. Dan hadits diatas bukanlah bermakna anjuran, akan tetapi ancaman yang menggunakan lafadh perintah, jadi hadits  diatas adalah sebuah ancaman atau peringatan kepada orang-orang yang menanggalkan rasa malu mereka.
Ketika Malu Mulai Memudar
Malu adalah sifat dalam diri seseorang yang menggerakkan diri untuk meninggalkan perbuatan yang buruk dan  mencegahnya untuk melakukan  keburukan itu. Malu adalah bagian dari iman, ketika sifat malu itu tanggal dari diri seseorang berarti ada bagian dari imanmnya yang hilang, jadi menjaga rasa malu sama juga menjaga kesempurnaan iman.
Lalu kenapa rasa malu kian memudar?? Itu karena rasa takut kepada adzab Alloh kian menipis, yang jadi ukuran baik dan buruk adalah manusia bukan Alloh. Padahal Rosulullah telah memerintahkan kepada kita untuk selalu benar-benar menjaga rasa malu kepada Alloh.

Agar Rasa Malu Tetap Terpupuk
Pada hakikatnya malu itu ada dua jenis;
Yang pertama adalah sifat malu asasi yaitu sifat dasar yang terbentuk sejak lahir, dan ini termasuk suatu nikmat yang besar yang dianugrahkan oleh Allah U kepada hamba yang dikehendakiNya,sifat malu ini tidak membawa pemiliknya kecuali pada kebaikan. Rosulullah r bersabda: “Sifat malu tidak mendatangkan kecuali pada kebaikan”
Maka dengan demikian demikian orang yang memiliki sifat malu pasti dapat menahan dirinya dari perbuatan kemaksiatan dan kejelekan sehingga ia terhindar dari kehinaan.
Yang kedua adalah sifat malu bentukan yang memang dibentuk dan dipupuk sejak kecil, karenanya orang ini ini senantasa menjadikan Allah sebagai Roqib ( pengawas) yang senantiasa mengawasinya dimanapun dan kapanpun.
Lalu bagaimana agar rasa malu itu tetap terpupuk??
Rasulullah bersabda, “Malulah kalian pada Allah dengan rasa malu yang sesungguhnya. Jagalah kepala dan yang ada padanya. Jagalah perut dan apa yang dikandungnya. Ingatlah kematian dan ujian. Maka barang siapa yang melakukan itu, balasannya adalah Syurga Ma’wa.” (Hadis Rriwayat At-Thabrani)
Hadis itu memerintahkan kita untuk menjaga rasa malu dengan menjaga kepala dan anggota. Malunya mata tergambar ketika dapat menahan melihat sesuatu yang diharamkan agama. Malunya telinga ketika dapat menahan dari bisikan syaitan. Malunya mulut ketika dapat menahan daripada ghibah dan fitnah.
Bagaimana menjaga rasa malu pada diri? Kita perlu menanamkan sikap muraqabah dalam diri. Muraqabah bererti menanamkan dapat mengawal diri seolah-seolah kita melihat Allah ketika melakukan kebaikan dan jika tidak mampu begitu pun, kita seolah-olah merasa Allah mengawasi atas segala perbuatan yang kita lakukan.
Dengan sikap muraqabah itu, kita akan berhati-hati kerana sering merasa diri dalam pengawasan Allah. Selanjutnya, menjaga rasa malu ­dengan menanamkan kesedaran bahawa sekecil mana pun amal yang dilakukan, baik atau buruk pasti mendapat balasan dari Allah.