بسم
الله الرحمن الر حيم
Lesbi
Ditulis Guna:
Memenuhi Tugas Mata kuliah Aqidah
Dosen
Pengampu: Ust. Tengku Azhar
Oleh: Najwa Tsurayya
Ma’had ‘Aly Hidayaturrahman
Pilang- Masaran-Sragen-Jawa Tengah
2014
Lesbi adalah sebuah larangan yang sekarang mulai di lakukan oleh
kebanyakan kaum muslimin. Apalagi setelah muncul pemikiran gender yang
disebarkan oleh orang-orang liberal. Mereka mengatakan bahwa hubungan sejenis
adalah hak asasi manusia yang boleh dilakukan siapa saja yang menghendakinya.
Agama islam telah melarang lesbi dan melaknat pelakunya karena lesbi
adalah salah satu dosa besar. Oleh karena itu penulis dalam makalah ini menulis
hukum-hukum yang berkenaan dengan lesbi.
B.
Definisi
Lesbi
Istilah lesbi dalam Lisaanul
‘Arab disebut اَلسَّحْقُ yang artinya ialah lembut dan yang halus.
Kemudian dari kata ini, berkembang kalimat مُسَاحَقَةُ
النِّسَاء, yang berarti hubungan badan yang
dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum luth(gay).[1]
Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaqlesbi) dengan perilaku kaum luth (gay), karena illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu penyimpangan seksual yang
dilaknat oleh agama.
C.
Hukum
Lesbi
Para ulama telah sepakat bahwa praktek lesbi adalah haram secara
mutlak, dan tidak ada khilaf diantara mereka dalam masalah ini, bahkan
perbuatan ini disebut sebagai zina perempuan(زِنَى
النِّسَاءِ). Hal itu
berdasarkan sabda Nabi SAW:
” السحاق
زنى النساء بينهن “.
“Praktek lesbi adalah zina perempuan diantara mereka” (Hadis
dikeluarkan oleh Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad).
Dalam hadis yang lain, Nabi SAW bersabda:
” إِذَا
أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِ “
“Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka
keduanya berzina” (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi)
Menyimpulkan hadits tersebut, Ibn Hajar menggolongkan perbuatan
lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia, dan pelakunya termasuk dalam kategori pelaku dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk
segera bertaubat kepada Allah.[2]
D.
Konsekuensi
Hukum
para ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi)
adalah ta’zir, dimana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan
hukuman yang paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku
perbuatan haram ini. Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi sebagaimana
berikut :
“Akan tetapi, tidaklah wajib
padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanya ilajj
(solusi/obat, yaitu jima’) walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan
lesbi) nama zina secara umum.” [3]
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni menyatakan bahwa lesbi termasuk kategori
zina, meski hukumannya berbeda. Ia mengatakan :
“Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi), maka keduanya
adalah berzina yang dilaknat, karena telah diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa
beliau bersabda :” jika perempuan mendatangi perempuan, maka keduanya adalah
berzina”. Keduanya tidak dihadd, karena tidak adanya ilajj yaitu jimak. Maka
hal itu serupa dengan mubasyaroh ( مُبَاشَرَةٌ ) – bersentuhan – tanpa farji dan keduanya harus dita’zir.”[4]
Jadi, hukuman bagi lesbi adalah ta’zir. Hukuman ta’zir tidak sampai
membunuh pelakunya, tidak sebagaimana rajam bagi pezina laki-laki dan
perempuan. Meski begitu, bukan berarti ini dosa sepele. Justru lesbi juga
perbuatan keji. Ia bentuk dari zina yang dilaknat oleh Allah. Ia disamakan
dengan liwath – zina yang pernah dilakukan kaum nabi Luth. Lesbi dan liwath
adalah perbuatan keji, yang bisa mengundang adzab Allah.
Apabila hukuman ta’zir
tersebut tidak terlaksana di dunia, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan di
akhirat. Dalam hal ini Allah berfirman :
وَلَعَذَابُ
الآخِرَةِ أَشَقُّ
Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d
[13]: 34).
Selain ta’zirseperti
dijelaskan di atas, perbuatan lesbian mengakibatkan beberapa konsekuensi hukum,
menyangkut ibadah dan mu’amalah.
Jika ada dua wanita yang melakukan pernikahan, maka bentuk nikah itu
tidak sah. Tidak ada dalil yang membenarkannya. Dalam perspektif fikih,
pernikahan lesbian termasuk dalam kategori nikah sejenis dan hukumnya batal,
alias tidak sah secara hukum Islam karena telah keluar dari Al-Maqasid
Al-Syar’iyyah Al-Kubra yaitu hifdz al-nasl (melestarikan keturunan) (Izz
Al-Din Abd Al-Salam, Al-Qawaid Al-Kubra ,hlm.15).
Hal lainnya yang juga perlu diketahui – khususnya pelaku lesbian –
bahwa perilaku lesbi dapat membatalkan wudhu. Imam Malik berkata :
“Menyentuh wanita sesama
wanita jika diiringi dengan syahwat, maka hal itu dapat membatalkan wudhu,
karena keduanya saling merasakan kenikmatan birahi”( Ibn Abidin, Hasyiah Ibn
Abidin ,Vol.I, hlm.99). Maka, hendaknya para muslimah berhati-hati, jika
bersentuhan dengan sesamanya jangan sampai kepada jatuh kepada kenikmatan
birahi. Sebab bisa menggiring kepada kesenangan sejenis.
Selain membatalkan wudlu, pelakunya juga wajib mandi, sebagaimana
wajibnya seorang lelaki dan wanita berhubungan. Jika pelaku sihaq
(lesbi) tersebut terjadi inzal (keluar mani) maka baginya kewajiban untuk mandi
hadast besar (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, Vol.I, hlm.107). Jika
melakukannya sedang dalam puasa, maka puasanya batal. Praktek sihaq ini dapat
membatalkan puasa jika terjadi inzal(keluar mani), dan baginya wajib membayar
kafarat puasa ramadhan (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, hlm.100).
Begitulah, lesbian sungguh keji, termasuk pelakunya. Pelakunya tidak
mendapat kehormatan. Misalnya, kredibilitasnya dalam hukum ditolak. Pelaku
lesbi ditolak kesaksiaannya di pengadilan, karena termasuk wanita yang
fasik. Sebagaimana yang telah maklum bahwa syarat menjadi saksi adalah adil(al-‘adalah),
sementara perilaku sihaq (lesbi) mengeluarkan pelakunya dari sifat al-‘adalah
menuju kefasikan sehingga persaksian tidak sah dengan sifat fasik yang melekat
padanya (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin ,Vol.IV, hlm.238). Wallahu
a’lam bish showab
[2] Ibn Hajar, Al-Zawajir A’n Iqtiraf Al-Kaba’ir, Mesir : Al-Azhariyyah
Al-Mishriyyah, Vol.2,hlm.119
[3] Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, hlm.177.
[4] Ibn Qudamah,Al-Mughni, Vol.10, hlm.162