A. PENDAHULUAN
Kita sebagai muslimah bukan hanya wanita yang
dituntut harus paham ilmu agama akan tetapi
juga tanggap dan peka terhadap apa-apa yang terjadi di sekitar kita,
baik dalam hubungan sosial, kebersihan lingkungan, dan lain sebagainya. Peduli
terhadap suatu hal yang memang membutuhkan kepedulian kita.
Akan
tetapi sekarang rasa peka itu berkurang
atau bahkan hilang dari kebanyakan kita,
hingga muncul anggapan dari kebanyakan orang bahwa wanita muslimah yang
berjilbab adalah wanita yang tidak peka terhadap apa-apa yang terjadi di sekitar
kita.
B.
ARTI
KEPEKAAN
Peka menurut etimologi
adalah mudah merasa, mudah terangsang, dan jika diimbuhi dengan ke-an yaitu kepekaan
berarti kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan.
Selain yang diatas peka juga memiliki beberapa
arti lain diantaranya:
1) Rasa sensitifitas yang
muncul secara spontan ketika melihat suatu hal yang melenceng dari kebenaran
ataupun kebiasaan, kemudian dilanjutkan meluruskaan atau membenarkan hal
itu.
Contoh:
1.
Membuang
sampah yang tergeletak tidak pada tempatnya ke tempat sampah.
2.
Menyingkirkan ganguan (kayu, batu, duri,dsb)
dari jalan.
2)
Bisa
memaknai hal-hal yang di sekitar kita dengan cepat , tepat, dan variatif.
Contoh:
1.
Ketika langit menghitam itu adalah tandanya
akan turun hujan. Kepekaan itu muncul karena sudah puluhan kali kita menemukan
kebiasaan, bahwa setiap langit menghitam akan turun hujan.
2.
Ketika
teman kita murung, kita menyapanya atau mendekatinya kemudian menanyakan ada
apa dengannya karena bisa jadi dia sakit atau ada masalah.
C.
KEPEKAAN
DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang syamil, semua hal dalam kehidupan telah
terdapat dalam ajaran islam, baik dalam Al Qur’an maupun dicontohkan oleh
Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم, Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم mempunyai rasa lemah
lembut dan kasih sayang, beliau juga memiliki rasa kepekaan yang tajam,
sehingga beliau tau ketika istri beliau marah ataupun senang. Begitu juga
dengan para sahabat, mereka juga memiliki kepekaan yang tajam , seperti Abu
Bakar ketika menemani Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم
hijrah ke Madinah, pada saat itulah dibutuhkan rasa kepekaan seorang sahabat. Juga
seperti Kholid bin Walid yang mengatakan “Tak kulewati lembah, bukit, sungai,
dan tempat apapun melainkan kufikirkan strategi yang kupakai di sana” Perkatan
ini tidak mungkin diucapkan oleh beliau jika beliau tidak memiliki kepekaan
yang tajam.
Dalam kepekaan social Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم besabda yang artinya:
“Seorang muslim dengan muslim
lainnya ibarat satu tubuh apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka
anggota tubuh lain akan merasakan sakitnya”
Kita memang dituntut untuk
menajamkan kepekaan terhadap saudara kita , karena rasa peka adalah salah satu
seba terbangunnya ukhuwah islamiyah.
Dan salah satu bentuk interaksi kita pada
lingkungan sekitar kita adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap
permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap bi-ah
(lingkungan), baik yang berkaitan dengan bi-ah da’wiyah, bi-ah ijtima’iyah,
bi-ah ta’limiyah yang terjadi dalam tataran keluarga maupun masyarakat adalah
cerminan kuat dari keimanan kita yang telah tershibghah dengan nilai-nilai
kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah saw melakukan hal ini dalam keluarga dan
masyarakatnya. Beliau dengan gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib
untuk memeluk Islam sehingga detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah
menyeru bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa:
“Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani Ka’ab,
selamatkanlah dirimu dari api neraka….., wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu
dari api neraka..” (H.R. Muslim)
Begitu juga, beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar
yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan aktif dalam
perang fijar; peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais
Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang terzhalimi
dan pembangunan Ka’bah.
Dalam kepekaan terhadap lingkungan
Allah سبحانه و تعالى berfirman:
ظَهَرَ
الفَسَادُفِي البَرِّ وَ البَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ
بَعْضَ الّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (الروم:41)
“Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)”
Ayat di atas menjelaskan bahwa
kerusakan dibumi ini disebabkakan oleh manusia, karena manusia tidak peka
terhadap lingkungan sekitar, hingga manusia bertindak semaunya sendiri tidak peduli denga akibat dari apa yang ia perbuat.
Kita sebagai muslimah juga dituntut
untuk peka terhadap lingkungan, baik dari segi kebersihan, kerapian dan
ketepatan dalam meletakkan sesuatu. Sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa muslimah adalah wanita yang tidak peka
terhadap lingkungan.
D.
CARA
MENGSAH KEPEKAAN
Bagaimana mengasah kepekaan itu?
ada salah satu tokoh budayawan merekomendasikan agar orang itu "selalu ingat dan waspada". Secara makna masa kini, manusia harus selalu ingat tentang segala sesuatu dan waspada terhadap segala kemungkinan. Makna modernnya "Kesadaran spiritual itu terbentuk setelah melalui perenungan yang mendalam. Sedangkan Nabi Ibrahim عليه السلام memperoleh kepekaan kesadaran keimanannya yang total dengan cara mempertanyakan segala sesuatu. Misalnya, mengapa matahari disembah? Padahal hanya siang hari menampakkan diri? Mana bukti bahwa yang menciptakan segala sesuatu itu Tuhan? Kemudian Tuhan (Allah سبحانه و تعالى) memerintahkan Ibrahim untuk menangkap seekor burung dan pisah-pisahkan bagian-bagiannya ke semua penjuru. Lantas Allah سبحانه و تعالى menyatukannya kembali secara utuh.
Kisah Ibrahim عليه السلام inilah yang paling sederhana dapat dilakukan untuk manusia jaman sekarang. Dengan banyak mempertanyakan kepada Ahlinya segala sesuatu dan berusaha mencari jawabannya membuat kepekaan kita terasah. Ini adalah cara yang murah ceria. Dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja.
ada salah satu tokoh budayawan merekomendasikan agar orang itu "selalu ingat dan waspada". Secara makna masa kini, manusia harus selalu ingat tentang segala sesuatu dan waspada terhadap segala kemungkinan. Makna modernnya "Kesadaran spiritual itu terbentuk setelah melalui perenungan yang mendalam. Sedangkan Nabi Ibrahim عليه السلام memperoleh kepekaan kesadaran keimanannya yang total dengan cara mempertanyakan segala sesuatu. Misalnya, mengapa matahari disembah? Padahal hanya siang hari menampakkan diri? Mana bukti bahwa yang menciptakan segala sesuatu itu Tuhan? Kemudian Tuhan (Allah سبحانه و تعالى) memerintahkan Ibrahim untuk menangkap seekor burung dan pisah-pisahkan bagian-bagiannya ke semua penjuru. Lantas Allah سبحانه و تعالى menyatukannya kembali secara utuh.
Kisah Ibrahim عليه السلام inilah yang paling sederhana dapat dilakukan untuk manusia jaman sekarang. Dengan banyak mempertanyakan kepada Ahlinya segala sesuatu dan berusaha mencari jawabannya membuat kepekaan kita terasah. Ini adalah cara yang murah ceria. Dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja.
Mungkin penjelasan diatas belum sempurna,
sehingga masih terdapat kesalahan-kesalahan, akan tetapi hal itu tidak
menghalangi kita untuk tetap berusaha semaksimal mungkin untuk lebih peka
terhadap teman atau saudara dan lingkungan kita.
TERUSKAN DAKWAH ISLAM SAMPAI SEMPURNA. SALAM ALUMNI GONTOR. HP.085700095558
BalasHapusJazakumullah khoiron...........,
Hapus