Jumat, 22 November 2013

Mengasah Kepekaan Muslimah



A.  PENDAHULUAN
 Kita sebagai muslimah bukan hanya wanita yang dituntut harus paham ilmu agama akan tetapi  juga tanggap dan peka terhadap apa-apa yang terjadi di sekitar kita, baik dalam hubungan sosial, kebersihan lingkungan, dan lain sebagainya. Peduli terhadap suatu hal yang memang membutuhkan kepedulian kita. 
Akan tetapi  sekarang rasa peka itu berkurang atau bahkan hilang  dari kebanyakan kita, hingga muncul anggapan dari kebanyakan orang bahwa wanita muslimah yang berjilbab adalah wanita yang tidak peka terhadap apa-apa yang terjadi di sekitar kita.
B.  ARTI KEPEKAAN
Peka menurut etimologi  adalah mudah merasa, mudah terangsang, dan  jika diimbuhi dengan ke-an yaitu kepekaan berarti kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan.
          Selain yang diatas peka juga memiliki beberapa arti lain diantaranya:
1) Rasa sensitifitas  yang muncul secara spontan ketika melihat suatu hal yang melenceng dari kebenaran ataupun kebiasaan, kemudian dilanjutkan meluruskaan atau membenarkan hal itu. 
Contoh:
1.      Membuang sampah yang tergeletak tidak pada tempatnya ke tempat sampah.
2.       Menyingkirkan ganguan (kayu, batu, duri,dsb) dari jalan.
2)      Bisa memaknai hal-hal yang di sekitar kita dengan cepat , tepat, dan variatif.
Contoh:
1.      Ketika langit menghitam itu adalah tandanya akan turun hujan. Kepekaan itu muncul karena sudah puluhan kali kita menemukan kebiasaan, bahwa setiap langit menghitam akan turun hujan.
2.      Ketika teman kita murung, kita menyapanya atau mendekatinya kemudian menanyakan ada apa dengannya karena bisa jadi dia sakit atau ada masalah.

C.  KEPEKAAN DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang  syamil, semua hal dalam kehidupan telah terdapat dalam ajaran islam, baik dalam Al Qur’an maupun dicontohkan oleh Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم, Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم mempunyai rasa lemah lembut dan kasih sayang, beliau juga memiliki rasa kepekaan yang tajam, sehingga beliau tau ketika istri beliau marah ataupun senang. Begitu juga dengan para sahabat, mereka juga memiliki kepekaan yang tajam , seperti Abu Bakar ketika menemani Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم hijrah ke Madinah, pada saat itulah dibutuhkan rasa kepekaan seorang sahabat. Juga seperti Kholid bin Walid yang mengatakan “Tak kulewati lembah, bukit, sungai, dan tempat apapun melainkan kufikirkan strategi yang kupakai di sana” Perkatan ini tidak mungkin diucapkan oleh beliau jika beliau tidak memiliki kepekaan yang tajam.
Dalam kepekaan social Rosulullah صلّى الله عليه و سلّم besabda yang artinya:
“Seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat satu tubuh apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh lain akan merasakan sakitnya”
Kita memang dituntut untuk menajamkan kepekaan terhadap saudara kita , karena rasa peka adalah salah satu seba terbangunnya ukhuwah islamiyah.
Dan salah satu bentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap bi-ah (lingkungan), baik yang berkaitan dengan bi-ah da’wiyah, bi-ah ijtima’iyah, bi-ah ta’limiyah yang terjadi dalam tataran keluarga maupun masyarakat adalah cerminan kuat dari keimanan kita yang telah tershibghah dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah saw melakukan hal ini dalam keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib untuk memeluk Islam sehingga detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah menyeru bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa:
“Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani Ka’ab, selamatkanlah dirimu dari api neraka….., wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka..” (H.R. Muslim)
Begitu juga, beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan aktif dalam perang fijar; peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang terzhalimi dan pembangunan Ka’bah.
Dalam kepekaan terhadap lingkungan Allah سبحانه و تعالى berfirman:
ظَهَرَ الفَسَادُفِي البَرِّ وَ البَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (الروم:41)
“Telah tampak kerusakan  di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Ayat di atas menjelaskan bahwa kerusakan dibumi ini disebabkakan oleh manusia, karena manusia tidak peka terhadap lingkungan sekitar, hingga manusia bertindak semaunya sendiri  tidak peduli denga akibat dari apa yang  ia perbuat.
Kita sebagai muslimah juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan, baik dari segi kebersihan, kerapian dan ketepatan dalam meletakkan sesuatu. Sehingga tidak ada lagi anggapan  bahwa muslimah adalah wanita yang tidak peka terhadap lingkungan.
D.  CARA MENGSAH KEPEKAAN
Bagaimana mengasah kepekaan itu?
ada salah satu tokoh budayawan merekomendasikan agar orang itu "selalu ingat dan waspada". Secara makna masa kini, manusia harus selalu ingat tentang segala sesuatu dan waspada terhadap segala kemungkinan. Makna modernnya "Kesadaran spiritual itu terbentuk setelah melalui perenungan  yang mendalam. Sedangkan Nabi Ibrahim عليه السلام  memperoleh kepekaan kesadaran keimanannya yang total dengan cara mempertanyakan segala sesuatu. Misalnya, mengapa matahari disembah? Padahal hanya siang hari menampakkan diri? Mana bukti bahwa yang menciptakan segala sesuatu itu Tuhan? Kemudian Tuhan (Allah
سبحانه و تعالى) memerintahkan Ibrahim untuk menangkap seekor burung dan pisah-pisahkan bagian-bagiannya ke semua penjuru. Lantas Allah سبحانه و تعالى  menyatukannya kembali secara utuh.

Kisah Ibrahim عليه السلام  inilah yang paling sederhana dapat dilakukan untuk manusia  jaman sekarang. Dengan banyak mempertanyakan kepada Ahlinya segala sesuatu dan berusaha mencari jawabannya membuat kepekaan kita terasah. Ini adalah cara yang murah ceria. Dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja.
Mungkin penjelasan diatas belum sempurna, sehingga masih terdapat kesalahan-kesalahan, akan tetapi hal itu tidak menghalangi kita untuk tetap berusaha semaksimal mungkin untuk lebih peka terhadap teman atau saudara dan lingkungan kita.

2 komentar:

  1. TERUSKAN DAKWAH ISLAM SAMPAI SEMPURNA. SALAM ALUMNI GONTOR. HP.085700095558

    BalasHapus