Rabu, 07 Mei 2014


بسم الله الرحمن الر حيم


 Lesbi
Ditulis Guna: Memenuhi Tugas Mata kuliah Aqidah
Dosen Pengampu: Ust. Tengku Azhar


Oleh: Najwa Tsurayya

Ma’had ‘Aly Hidayaturrahman
Pilang- Masaran-Sragen-Jawa Tengah
2014


A.    Pendahuluan
Lesbi adalah sebuah larangan yang sekarang mulai di lakukan oleh kebanyakan kaum muslimin. Apalagi setelah muncul pemikiran gender yang disebarkan oleh orang-orang liberal. Mereka mengatakan bahwa hubungan sejenis adalah hak asasi manusia yang boleh dilakukan siapa saja yang menghendakinya.
Agama islam telah melarang lesbi dan melaknat pelakunya karena lesbi adalah salah satu dosa besar. Oleh karena itu penulis dalam makalah ini menulis hukum-hukum yang berkenaan dengan lesbi.
B.     Definisi Lesbi
Istilah  lesbi dalam  Lisaanul ‘Arab  disebut   اَلسَّحْقُ    yang artinya ialah lembut dan yang halus. Kemudian  dari kata ini, berkembang kalimat  مُسَاحَقَةُ النِّسَاء,  yang berarti hubungan badan yang dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum luth(gay).[1] Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaqlesbi) dengan perilaku kaum luth (gay), karena illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu penyimpangan seksual yang dilaknat oleh agama.
C.    Hukum Lesbi
Para ulama telah sepakat bahwa praktek lesbi adalah haram secara mutlak, dan tidak ada khilaf diantara mereka dalam masalah ini, bahkan perbuatan ini disebut sebagai zina perempuan(زِنَى النِّسَاءِ). Hal itu berdasarkan sabda Nabi SAW:
السحاق زنى النساء بينهن “.
“Praktek lesbi adalah zina perempuan diantara mereka” (Hadis dikeluarkan oleh Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad).
Dalam hadis yang lain, Nabi SAW bersabda:
إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِ
“Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina” (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi)
Menyimpulkan hadits tersebut, Ibn Hajar menggolongkan perbuatan lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia, dan  pelakunya termasuk dalam  kategori pelaku  dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk segera bertaubat kepada Allah.[2]
D.    Konsekuensi Hukum
para ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi) adalah ta’zir, dimana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan hukuman yang paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini. Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi sebagaimana berikut :
 “Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanya ilajj (solusi/obat, yaitu jima’) walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan lesbi) nama zina secara umum.” [3]
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni menyatakan bahwa lesbi termasuk kategori zina, meski hukumannya berbeda. Ia mengatakan :
“Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi), maka keduanya adalah berzina yang dilaknat, karena telah diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda :” jika perempuan mendatangi perempuan, maka keduanya adalah berzina”. Keduanya tidak dihadd, karena tidak adanya ilajj yaitu jimak. Maka hal itu serupa dengan mubasyaroh ( مُبَاشَرَةٌ ) – bersentuhan – tanpa farji dan keduanya harus dita’zir.”[4]
Jadi, hukuman bagi lesbi adalah ta’zir. Hukuman ta’zir tidak sampai membunuh pelakunya, tidak sebagaimana rajam bagi pezina laki-laki dan perempuan. Meski begitu, bukan berarti ini dosa sepele. Justru lesbi juga perbuatan keji. Ia bentuk dari zina yang dilaknat oleh Allah. Ia disamakan dengan liwath – zina yang pernah dilakukan kaum nabi Luth. Lesbi dan liwath adalah perbuatan keji, yang bisa mengundang adzab Allah.
Apabila hukuman  ta’zir tersebut tidak terlaksana di dunia, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan di akhirat. Dalam hal ini Allah berfirman :
وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ
Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 34).
Selain ta’zirseperti dijelaskan di atas, perbuatan lesbian mengakibatkan beberapa konsekuensi hukum, menyangkut ibadah dan mu’amalah.
Jika ada dua wanita yang melakukan pernikahan, maka bentuk nikah itu tidak sah. Tidak ada dalil yang membenarkannya. Dalam perspektif fikih, pernikahan lesbian termasuk dalam kategori nikah sejenis dan hukumnya batal, alias tidak sah secara hukum Islam karena telah keluar dari Al-Maqasid Al-Syar’iyyah Al-Kubra yaitu hifdz al-nasl (melestarikan keturunan) (Izz Al-Din Abd Al-Salam, Al-Qawaid Al-Kubra ,hlm.15).
Hal lainnya yang juga perlu diketahui – khususnya pelaku lesbian – bahwa perilaku lesbi dapat membatalkan wudhu. Imam Malik berkata :
 “Menyentuh wanita sesama wanita jika diiringi dengan syahwat, maka hal itu dapat membatalkan wudhu, karena keduanya saling merasakan kenikmatan birahi”( Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin ,Vol.I, hlm.99). Maka, hendaknya para muslimah berhati-hati, jika bersentuhan dengan sesamanya jangan sampai kepada jatuh kepada kenikmatan birahi. Sebab bisa menggiring kepada kesenangan sejenis.
Selain membatalkan wudlu, pelakunya juga wajib mandi, sebagaimana wajibnya seorang lelaki dan wanita berhubungan. Jika pelaku sihaq (lesbi) tersebut terjadi inzal (keluar mani) maka baginya kewajiban untuk mandi hadast besar (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, Vol.I, hlm.107). Jika melakukannya sedang dalam puasa, maka puasanya batal. Praktek sihaq ini dapat membatalkan puasa jika terjadi inzal(keluar mani), dan baginya wajib membayar kafarat puasa ramadhan (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, hlm.100).
Begitulah, lesbian sungguh keji, termasuk pelakunya. Pelakunya tidak mendapat kehormatan. Misalnya, kredibilitasnya dalam hukum ditolak. Pelaku lesbi ditolak  kesaksiaannya di pengadilan, karena termasuk wanita yang fasik. Sebagaimana yang telah maklum bahwa syarat menjadi saksi adalah adil(al-‘adalah), sementara perilaku sihaq (lesbi) mengeluarkan pelakunya dari sifat al-‘adalah menuju kefasikan sehingga persaksian tidak sah dengan sifat fasik yang melekat padanya (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin ,Vol.IV, hlm.238). Wallahu a’lam bish showab


[1] Ibn Mandzur, Lisan Al-A’rab
[2] Ibn Hajar, Al-Zawajir A’n Iqtiraf  Al-Kaba’ir, Mesir : Al-Azhariyyah Al-Mishriyyah, Vol.2,hlm.119
[3] Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, hlm.177.
[4] Ibn Qudamah,Al-Mughni, Vol.10, hlm.162

1 komentar:

  1. Subahnallah..
    Mumtaz..
    Artikel ini musti dibaca Bu Musdah Mulia.

    BalasHapus